HUKUM VAKSINASI
Haramkah
vaksin ?
|
Banyak
masyarakat yang meragukan apakah vaksin halal atau haram. Kita harus mengetahui
bahwa tidak semua vaksin menggunakan lemak babi, hanya sebagian vaksin yang
pernah bersinggungan dengan lemak babi misalnya vaksin polio dan meningitis. Kita
ambil contoh vaksin polio atau vaksin meningitis yang produksinya menggunakan enzim dari babi.
Vaksin yang terbuat dari enzim babi ini belakangan menjadi buah bibir terutama
vaksin meningitis cukup meresahkan jamaah haji yang diwajibkan pemerintah Arab
Saudi untuk melakukan vaksin meningitis.
Dalam
syariat ada istilah “istihalah”
yaitu berubahnya sesuatu dari tabi’at asal atau sifatnya yang awal. Contohnya,
jika khamr (yang memabukkan) dilakukan penyulingan kemudian menjadi cuka, maka
menjadi suci.
Kemudian
ada juga istilah “Istihlak” yaitu
bercampurnya benda najis atau haram pada benda yang suci sehingga mengalahkan
sifat najis, baik rasa, warna dan baunya. Misalnya, hanya beberapa tetes khamr
pada air yang sangat banyak. Maka tidak membuat haram air tersebut.
Berdasarkan
dua istilah tersebut ada kemungkinan sesuatu yang telah diolah dapat berubah
hukum penggunaannya, begitu juga dengan vaksin.
Menurut
Drs. Iskandar , Apt, MM – Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT. Bio Farma (
Salah satu perusahaan pembuat vaksin di Indonesia) yang mengatakan bahwa :
“
Air PAM berasal dari air sungai yang mengandung berbagai macam najis dan
kotoran, namun menjadi bersih dan halal setelah diproses. “Begitu juga dalam
proses pembuatan vaksin, enzim tripsin babi hanya
dipakai sebagai enzim proteolitik (enzim yang digunakan sebagai katalisator
pemisah sel / protein). Pada hasil akhirnya (vaksin), enzim tripsin yang
merupakan unsur turunan dari pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi (tidak ada lagi). Enzim ini akan mengalami
proses pencucian, pemurnian, dan penyaringan.
Oleh
karena itu, enzim babi yang hanya sekedar katalisator sudah hilang melalui
proses pencucian, pemurnian, dan penyulingan, minimal sudah hilang sifat
awalnya.
Ada
banyak fatwa ulama dunia yang membahas tentang vaksin, dalam artikel ini yag dipaparkan hanya fatwa oleh Syaikh
Muhammad Sahlih Al – Munajjid (imam masjid dan khatib di mesjid umar bin abdul aziz
di kota Al - Khabar KSA dan dosen ilmu keagamaan). Dalam fatwa beliau tentang
pembahasan imunisasi dengan bahan haram, namun memberikan manfaat yang lebih
besar, beliau berkata :
“
Vaksin yang terdapat di dalamnya bahan yang haram atau najis pada asalnya. Akan
tetapi, dalam proses kimia atau seketika ditambahkan bahan yang lain yang
mengubah nama dan sifatnya menjadi bahan yang mubah. Proses ini dinamakan “istihalah”.
“ dan bahan (mubah ini) mempunyai efek yang bermanfaat.
Oleh
karena itu, vaksin jenis ini bisa digunakan karena “ istihalah” mengubah nama
bahan dan sifatnya. Dan mengubah hukumnya menjadi Mubah (Boleh untuk
digunakan, bahkan lebih condong kepada dianjurkan (bersifat perintah), namun
tidak ada janji berupa konsekuensi berupa pahala terhadapnya {suatu perkara jika
dikerjakan tidak mendapat pahala ataupun dosa} ).
Nah,
jika masih ada yang meragukan dan menanyakan dalilnya, tentu ini merupakan
metode pendalilan yang kurang tepat karena untuk urusan masalah dunia (bukan
ibadah), hukum asalnya adalah halal sampai ada yang mengharamkannya. Berikut
kaidah fikihnya :
“
Hukum asal dari sesuatu (muamalah / keduniaan) adalah mubah sampai ada dalil
yang melarangnya “ .
“ Tidak boleh melakukan
suatu ibadah kecuali yang disyari’atkan oleh Allah dan tidak dilarang suatu
perkara adat (muamalah) kecuali yang diharamkan oleh Allah. “
Begitu
juga dengan permasalahan vaksin ini. Hukum asalnya adalah halal sampai akhirnya
diceritakan kepada ulama dan ahli cara kerja vaksin, cara pembuatannya,
manfaatnya, kemudian ulama berijtihad dan menyimpulkan hukumnya adalah Mubah.
Selain
itu, kita juga harus melakukan imunisasi karena hal ini merupakan anjuran dari
pemerintah. Seperti yang kita ketahui sudah menjadi aqidah muslim bahwa kita
wajib mentaati pemerintah, sesuai Al-Quran dan Hadist :
“
Hai orang – orang yang beriman, ta’atilah Allah dan Rasul Nya, dan ulil amri
diantara kamu” (QS. An Nisa : 59).
“
Dengar dan taatlah kalian (kepada
pemerintah kalian), kecuali bila kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian
memiliki buktinya dihadapan Allah. “ (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 4
Tahun 2016 dijelaskan bahwa imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai
bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya suatu
penyakit tertentu.
Kesimpulan :
Sumber :
Makasih
BalasHapus